Senin, 20 April 2015

makalah pengantar mikro



Dampak Naiknya Harga Daging Terhadap Penjual Makanan
Untuk Memenuhi Tugas Akhir Study Kasus
Pengantar Ekonomi Mikro

Dosen : Bu Yuli Agustina



 
  


  
Oleh :
Febbi Ulul Fadila                  (140412600888)



PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
NOVEMBER 2014



Dampak Naiknya Harga Kedelai Terhadap Perekonomian Negara

Negara mempunyai kewajiban untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Salah satunya adalah dengan memenuhi kebutuhan pangan, sebagaimana kita ketahui bahwa pangan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 7 Tahun 1996 tentang pangan mengatakan bahwa pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat (Hariadi, 2011:91). Mengacu pada undang-undang tersebut, yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional adalah dengan cara impor kedelai. Sayangnya ketergantungan terhadap impor kedelai ini membuat pemenuhan kebutuhan kedelai sangat bergantung dengan kondisi negara pengimpor, seperti harga. Akibatnya harga dapat naik sewaktu-waktu bahkan sampai pada kondisi harga kedelai tidak dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Ketika suatu negara ingin memenuhi kebutuhan pangan, yang dapat dilakukan adalah tiga hal yaitu pemenuhan kebutuhan melalui peningkatan produksi dalam negeri, impor pangan, dan pengelolaan cadangan pangan (Handewi et al, 2008:48). Seperti dalam teori keseimbangan ekonomi bahwa kegiatan ekspor dan impor memiliki keterkaitan dengan perdagangan bebas. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya ekspor dan impor maka dalam pemenuhan kebutuhan pangan suatu negara tidak terlepas dari perdagangan internasional (Hardono, 2004:75). Impor terjadi karena suatu negara tidak mempunyai barang yang cukup dalam suatu komoditas sehingga negara tersebut dapat membeli komoditas yang dibutuhkan ke negara lain, begitu juga sebaliknya (Rosyidi, 2011:248). Hal ini sama dengan alasan Indonesia mengapa mengimpor kedelai. Kondisi ketergantungan komoditas kedelai selaku bahan pangan ini bisa sangat berbahaya bagi ketahanan pangan, oleh karena itu perlu adanya kemandirian dalam memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Kegiatan perdagangan bebas dalam perdagangan internasional ini kemudian menciptakan ketergantungan negara satu terhadap negara lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan  nasional. Padahal kedaulatan ekonomi suatu negara dapat dinilai dengan melihat apakah pasar didominasi oleh produk dalam negeri atau produk impor (Atmaji, 2004:33). Dalam hubungan ketergantungan ini diperlukan peran pemerintah setidaknya untuk mengatasi ketergantungan impor kedelai. Namun sayangnya sejauh ini pemerintah terlihat belum memiliki upaya yang kuat dalam optimalisasi produksi kedelai lokal.
Dalam menghitung pendapatan negara yang dirumuskan sebagai berikut berikut  Y= Consumtion + Investation + Government /pengeluaran yang dilakuakan pemerintah + ( X - M),  komponen ekspor dan impor yang disimbolkan dengan (X-M) merupakan bentuk dari adanya perdagangan internasional yang merupakan bagian dari penentu pendapatan suatu negara (Damanhuri, 2010:22). Dengan rumus ini dapat dilihat bahwa dengan dilakukannya ekspor maka pendapatan negara akan bertambah dan sebaliknya jika suatu negara melakukan impor maka yang terjadi adalah berkurangnya devisa negara. Adanya ekspor dan impor tidak telepas dari pengaruh globalisasi juga merupakan bagian dari janji globalisasi. Namun globalisasi dapat memberikan dampak negatif dan positif. Globalisasi sendiri identik dengan persaingan, kalau tidak dimanfaatkan dengan baik maka yang akan didapat adalah dampak negatif, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, baik buruknya dampak globalisasi tergantung bagaimana suatu negara dan masyarakatnya memanfaatkan hal tersebut. Sebab dalam perkembangannya, globalisasi dapat membentuk suatu pola ketergantungan dan memperkuat persaingan antar negara (Tambunan, 2005: 1). Hal ini dapat dilihat dari pilihan pemerintah untuk impor kedelai dalam memenuhi kebutuhan kedelai di negara ini dengan alasan efisiensi. Sayangnya dalam kasus ini, yang terjadi bukanlah meningkatkan daya saing kedelai lokal namun sebaliknya, yaitu menimbulkan ketergantungan. Padahal, dalam teori pembangunan negara yang digunakan oleh Newly Industrialized Countries (NICs) pemerintah harus dapat menyiasati pasar (Deliarnov, 2006:89). Selain itu, dikatakan pula oleh para pakar ekonomi pembangunan yang telah melihat keberhasilan di Asia Timur bahwa penyebab utama keterbelakangan negara-negara berkembang lebih disebakan oleh buruknya manajemen di negara itu sendiri, bukan karena ketimpangan hubungan antara negara maju dengan negara pinggiran (Deliarnov, 2006:89). Oleh sebab itu, keterbelakangan produksi bukan karena ketimpangan negara eksporter dengan Indonesia sebagai negara importer, namun disebabkan oleh buruknya manajemen dalam usaha peningkatan produksi dan daya saing kedelai lokal.

Ada dampak positif dan negatif yang diciptakan oleh perdagangan internasional. Dampak positif dari adanya perdagangan internasional yaitu negara pengekspor bisa memasarkan barang atau jasanya dan negara pengimpor bisa mendapatkan barang atau jasa yang dibutuhkan (Nawatmi, 2012: 44).  Demikian pula dampak yang ditimbulkan dari impor kedelai ini, kebutuhan kedelai di Indonesia jadi dapat terpenuhi berkat impor kedelai.  Meskipun dengan mengimpor kedelai, kedelai lokal menjadi tertekan produksinya, namun karena impor kedelai juga kebutuhan kedelai nasional dapat terpenuhi dan tidak mematikan usaha pengrajin pangan berbahan dasar kedelai. Seperti yang dikatakan dalam teori dasar regulasi ekonomi bahwa manfaat dari sebuah kebijakan sering datang bersamaan dengan kerugian. Namun impor kedelai yang dilakukan oleh Indonesia selama ini bukan menciptakan kedelai lokal yang lebih kompetitif melainkan sebuah kelesuan dalam produksinya. Dilain hal hambatan dalam perdagangan antar negara sebaiknya dibuat seminimal mungkin  karena hal tersebut dapat meningkatkan distribusi kesejahteraan antar negara serta kuantitas perdangangan dunia dan meningkatkan efisiensi ekonomi dibandingkan tidak ada perdagangan antar negara sama sekali (Kinder dalam Hardono et al, 2004: 76). Jadi, dengan kemudahan yang diberikan dalam perdagangan antar negara akan tercipta efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan.

Kebijakan untuk mengimpor kedelai ini memang untuk memenuhi kebutuhan pangan, namun bukan karena Indonesia tidak mampu menghasilkan kedelai. Mengacu pada teori keunggulan komperatif yang dikemukakan oleh David Ricardo bahwa suatu negara disebut memiliki keunggulan komperatif ketika negara tersebut dapat menghasilkan suatu barang atau jasa dengan lebih efisien dibandingkan dengan negara lain (Nawatmi 2012:42).  Itu sebabnya negara seperti China, Brazil, terutama Amerika Serikat dapat mengekspor kedelai karena mereka dapat menghasilkan kedelai dengan cara yang lebih efisien. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan efisiensi dalam produksi kedelai lokal. Orientasi pemerintah terhadap impor kedelai merupakan suatu bentuk ketidakmandirian, padahal pangan merupakan suatu kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia. Sementara itu, kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan pangan merupakan sesuatu yang sangat penting. Oleh karena itu, krisis kedelai yang kerap dialami oleh negara ini sebagian besar dipengaruhi oleh ketergantungan terhadap impor kedelai. Upaya yang dapat dilakukan untuk keluar dari krisis pangan adalah dengan cara membangun kemandirian pangan, yaitu negara harus mampu menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang baik dan didasarkan pada pemanfaatan sumberdaya lokal (Swastika, 2008:108).

Dalam mengoptimalkan produksi kedelai lokal juga dapat mengacu pada teori pembangunan mengenai strategi promosi ekspor, yang mana kebijakan, program dan kegiatan menjadi hal yang sangat penting demi meningkatkan ekspor barang-barang  yang diproduksi dalam negeri (Rachbini, 2004:40). Meskipun strategi ini berbicara mengenai kegiatan industri, namun sebenarnya dapat di implementasikan pada kegiatan pertanian. Karena jika perekonomian negara-negara berkembang tidak memiliki kesiapan dalam pengimplementasian liberalisasi pertanian ini yang akan didapat adalah dampak negatif. Oleh karena itu perlu adanya kesiapan dalam menghadapi masuknya liberalisasi dan berkompetisi meskipun  dalam kondisi yang tidak setara (Mantra, 2011:55). Dengan adanya pembangunan pertanian maka kedelai tidak lagi berorientasi pada impor melainkan ekspor, meskipun tidak melakukan ekspor setidaaknya negara ini masih bisa menungkatkan hasil produksi pangan. Karena dampak dari ketergantungan Indonesia akan impor kedelai menyebabkan ketidakstabilan harga kerena harga kedelai dapat naik sewaktu-waktu  sesuai dengan kondisi produksi negara pengimpor kedelai. Keadaan ini dapat menunjukkan kondisi ketahanan pangan Indonesia kapan saja dapat terancam krisis (Arifin dalam Amaliyah,  2008: 3). Masalah peningkatan produksi kedelai lokal ini menjadi penting sama halnya seperti yang dikatakan oleh Sumitro Djojohadikusumo bahwa dalam kegiatan ekonomi masyarakat, peningkatan produksi merupakan salah satu indikator dari pertumbuhan ekonomi (Damanhuri 2010: 2).

Untuk meningkatkan produksi kedelai lokal bagimanapun juga aktor utama yang perlu dimotivasi adalah para petani. Selama ini petani lebih memilih komoditas lain dibandingkan kedelai karena daya saing kedelai lokal yang rendah dan tidak memberikan banyak keuntungan. Dalam teori motivasi proses harus ada sebuah penggerak yang dapat memotivasi semangat kerja dalam meningkatkan kualitas kinerja seseorang (Zakaria, 2010: 151). Kenyataannya petani di Indonesia justru cenderung mengarah pada pemiskinan. Ketidaksiapan para petani untuk memasuki liberalisasi perdagangan membuat beban yang ditanggung oleh petani menjadi jauh lebih besar, seperti mahalnya harga pupuk dan dominasi pangan impor yang semakin menekan harga pangan lokal (Deliarnov, 2006:160). Oleh sebab itu, dengan pemberian insentif kepada petani, maka para petani memiliki alasan untuk terus memproduksi kedelai. Jadi, pilihan petani untuk meninggalkan kedelai dan beralih ke tanaman pangan lain merupakan sebuah bentuk pilihan rasional. Selama ini kesejahteraan petani diabaikan, padahal petani merupakan sebuah instrument penting dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan (Pantjar, 2007: 3). Jika pemerintah mengabaikan masalah ini dan terus memilih impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional maka masalah ini bisa menjadi masalah yang tidak berujung (Budhi et al, 2010:57). Oleh karena itu dibutuhkan tindakan yang pasti dan tekad yang kuat karena peningkatan produksi kedelai lokal menjadi sulit jika ada permintaan yang besar (Rachbini, 2004:30). Seperti dalam pandangan Malthus sebagai seorang pemikir ekonomi klasik yang mengatakan bahwa perkembangan manusia jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan hasil produksi pertanian (Deliarnov, 2007:48).

Produksi Kedelai Lokal Tidak dapat Memenuhi Kebutuhan Kedelai Nasional
Pertanian merupakan sektor yang berperan besar dalam berbagai aspek pertumbuhan ekonomi, terutama untuk Indonesia sebagai negara agraris. Selain berperan dalam pembangunan nasional melalui pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto), pertanian juga berfungsi sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan  masyarakat, pengentasan kemiskinan, perolehan devisa melalui ekspor dan penciptaan ketahanan pangan nasional serta dapat menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan sektor lain (Mursidah, 2012:39). Namun,  kenyataannya Indonesia sebagai negara agraris justru impor kedelai dalam jumlah yang sangat besar dari negara lain sehingga kerap mengalami krisis kedelai.

Ketergantungan Indonesia Terhadap Kedelai Impor
Pilihan Indonesia untuk impor kedelai memang disebabkan oleh produksi kedelai dalam negeri yang tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia sesuai dengan definisi impor. Namun disamping itu kemudahan yang diberikan untuk masuknya kedelai impor ke Indonesia juga merupakan pengaruh kalah saingnya produksi kedelai lokal. Ketergantungan akan impor kedelai ini pun dapat dilihat dari faktor eksternal sebagai fator pendukung yang mana dapat dinilai sebagai dampak dari adanya liberalisasi pertanian. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan.  Namun,  terbentuknya sebuah ketergantungan impor tidak semata-mata kesalahan liberalisasi karena pengaruh faktor internal lebih besar dalam pembentukan pola ketergantungan ini. Sesuai dengan globalisasi yang sulit untuk dihindari, maka dampak positif atau negatif yang didapat tergantung bagaimana suatu negara tersebut menyikapinya. Indonesia masih sangat lembek dalam menyikapi ketergantungan impor kedelai ini.
Dilihat dari jumlah produksi kedelai Indonesia dari tahun ke tahun cenderung terlihat statis dan tidak ada tanda-tanda bahwa Indonesia akan swasembada kedelai. Penyebab tingginya impor disebabkan oleh kebutuhan kedelai dalam negeri dalam jumlah yang besar, harga di pasar internasional yang rendah, produksi dalam negeri yang tidak mencukupi, dan adanya bantuan kredit impor dari negara eksportir  (Hafsah dalam Khusrizal, 2007:486). Hal ini merupakan dampak yang dianggap negatif dari adanya perdagangan internasional. Dengan kebutuhan kedelai dalam negeri yang sangat tinggi pemerintah memilih  untuk impor kedelai. Padahal cara tersebut hanyalah sebuah solusi jangka pendek yang akan semakin membuat negara ini ketergantungan. Kemudian rendahnya harga kedelai di pasar internasional membuat para petani pesimis untuk bersaing dengan kedelai impor yang lebih kompetitif sehingga lebih diminati, wajar kalau kekhawatiran muncul ketika upaya untuk memproduksi kedelai tidak sesuai dengan harga jualnya ditambah dengan resiko kalah saing. Selain itu, bantuan kredit impor dari negara eksportir pun membuat para pengusaha lebih memilih untuk membeli kedelai impor karena adanya kemudahan dalam pembayaran, yaitu dengan cara kredit. Amerika Serikat sebagai negara eksportir kedelai terbesar yang menyediakan subsidi ekspor telah merangsang importer kedelai di negara ini sehingga diperkirakan impor kedelai akan terus meningkat (Malian, 2004: 141).  Jadi, ketidakmampuan produksi kedelai lokal dalam memenuhi kebutuhan kedelai nasional, adanya liberalisasi perdagangan yang memudahkan kedelai impor untuk menembus pasar di Indonesia dan tidak adanya komoditas kedelai lokal sebagai saingan merupakan faktor yang saling mempengaruhi tingginya impor kedelai. Kenyataannya,  kedelai lokal bahkan tidak dapat memenuhi separuh kebutuhan kedelai di Indonesia.

Impor Kedelai yang Menekan Produksi Kedelai Lokal

Penurunan produksi yang terus terjadi ini disebabkan tidak adanya rangsangan untuk meningkatkan produksi karena rendahnya harga jual kedelai (Khusrizal 2007:486). Selain itu, seperti yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya bahwa turunnya produksi kedelai dalam negeri ini disebabkan oleh menurunnya keinginan para petani untuk menanam kedelai, harga kedelai impor yang relatif lebih murah,  penggunaan teknologi masih belum tepat dalam upaya peningkatan produksi kedelai lokal, lemahnya kemampuan petani untuk membeli sarana produksi, dan rendahnya dukungan pemerintah dalam upaya peningkatan produksi kedelai (Anonim dalam Suyastiri, 2005:61). Masalah-masalah ini dianggap bisa diatasi dengan cara impor kedelai, padahal keberadaan kedelai impor sebenarnya menekan produksi kedelai lokal. Citra kedelai impor lebih baik dimata para pengolah kedelai dibandingkan kedelai lokal yang kandungan airnya masih tergolong tinggi (Budhi, 2010:57). Petani kedelai yang  telah kalah saing dengan kedelai impor tidak memiliki motivasi dan modal untuk mengembangkan produksi kedelainya padahal potensi yang dimiliki cukup besar untuk menyaingi kualitas kedelai impor. Akibatnya petani kedelai terus mempertahankan kandungan air yang tinggi agar bobot yang dimiliki kedelai tersebut lebih besar sehingga keuntungan yang mereka dapat sesuai dengan proses produksi (Budhi, 2010:57).

Dengan adanya kedelai impor yang lebih bagus dan besar serta ditunjang dengan harganya yang  kompetitif di pasar internasional, maka petani lokal akan lebih memilih tanaman pangan lain yang lebih menguntungkan, ketimbang harus bersaing dengan kedelai impor yang lebih banyak diminati.  Dampak yang ditimbulkan dari ketergantungan ini adalah kesenjangan yang diakibatkan oleh peningkatan konsumsi kedelai yang tidak diimbangi dengan produksi kedelai dalam negeri (Siregar dalam Darsono, 2009:1). Kalau saja produksi kedelai Indonesia mencukupi kebutuhan kedelai nasional, setidaknya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan kedelai dengan produksi lokal maka ketergantungan akan kedelai pun tidak akan terjadi, sesuai dengan konsep kemandirian pangan. Oleh karena itu, penyebab utama tingginya impor kedelai adalah rendahnya produksi kedelai dalam negeri. Meskipun kedelai memang sangat cocok untuk tumbuh di negara subtropis seperti Amerika Serikat, namun  bukan berarti tanaman pangan tersebut tidak dapat tumbuh dinegara tropis di Indonesia. Kedelai memiliki kemampuan adaptasi yang kuat sehingga bisa dibudidayakan di Indonesia (Ilham, 2009: 43). Jadi, tidak ada alasan untuk tidak meningkatkan produksi kedelai. Buktinya, pada tahun 1992, Indonesia pernah swasembada kedelai (Detik Finance, 2012 ). Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak menutup kemungkinan Indonesia dapat terus swasembada kedelai, dengan syarat ada pengoptimalisasian dalam produksinya, jadi tidak ada alasan bagi pemerintah untuk terus ketergantungan terhadap impor kedelai. Karena kedelai sebagai komoditas pangan yang strategis terlalu beresiko bila sepenuhnya diserahkan kepada pasar, selain itu kedelai memegang peranan yang sangat penting bagi permintaan pangan negara ini (Supadi, 2009:91).

Sebagai negara agraris Indonesia seharusnya dapat memenuhi kebutuhan pangan sendiri. Bentuk pasar kedelai cenderung oligopoli, hal ini dapat berdampak buruk terhadap ketidakstabilan pasokan dan harga kedelai impor (Nuryanti, 2007:50). Oligopoli merupakan suatu bentuk pasar dimana hanya terdapat sejumlah kecil penjual dan biasanya didominasi hanya oleh beberapa pemasok saja. Akibatnya, ada permainan harga yang lakukan oleh kartel kedelai, oleh karena itu harga kedelai dapat melambung tinggi. Seperti hasil penyidikan oleh KPPU, bahwa timbul dugaan adanya praktik oligopoli impor kedelai yang menyebabkan harga kedelai dapat melambung tinggi (Merdeka, 2012). Kenaikan harga kedelai impor yang dapat terjadi sewaktu-waktu akibat praktek ini dapat mengancam pemenuhan kebutuhan kedelai, ini pun menjadi salah satu alasan mengapa Indonesia harus membangun kemandirian pangan.

Optimalisasi Produksi Kedelai Lokal
Mengacu pada UU No.  7 Tahun 1994 tentang liberalisasi pertanian yang memiliki tujuan untuk mensejahterakan umat manusia kenyataannya tidak juga mencapai tujuannya. Seperti yang dikatakan Gilpin bahwa kegagalan wajar terjadi dinegara berkembang,  oleh karena itu pemerintah harus dapat mengerahkan komponen masyarakat dalam mengatasi ketergantungan ini. Kita masih mengalami kekurangan produksi pertanian, tingginya impor kedelai sebagai buktinya.  Padahal Indonesia bukan hanya berpotensi untuk swasembada tetapi juga menjadi eksporter. Optimisme ini didukung oleh potensi lahan pertanian kita yang masih luas (Subejo, 2007:3). Swasembada kedelai bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, namun dapat menghemat devisa negara serta mengurangi ketergantungan terhadap impor kedelai (Supadi, 2009: 88). Seharusnya pemerintah bisa menekan ketergantungan terhadap impor kedelai yang besar dengan cara memaksimalkan produksi kedelai dalam negeri. Karena untuk menjadi bangsa yang mandiri, solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan bukanlah dengan cara impor melainkan dengan meningkatkan kemampuan produksi (Subejo, 2007: 3). Tujuan perjanjian perdagangan multilateral tersebut pun alangkah baiknya jika direalisasikan tanpa mematikan produksi dalam negeri tetapi justru dapat meningkatkan daya saing. Sesuai dengan kekuatan yang dimiliki oleh teori liberal, seharusnya dengan adanya liberalisasi selain meningkatkan daya saing, pemanfaatan ilmu pun dapat semakin berkembang, kemudian sehausnya tercipta regulasi standarisasi dalam output ekonomi untuk mendorong Indonesia menghasilkan kedelai lokal yang kompetitif. Hal ini didukung oleh sistem ekonomi pasar, yaitu untuk mengalami peningkatan dalam produksi sebaiknya sumber daya dimanfaatkan sepenuhnya, baik sumber daya manusia, maupun sumberdaya alam yang ada, yaitu berupa potensi untuk produksi lebih banyak kedelai.
Langkah yang dapat ditempuh pemerintah untuk meningkatkan produksi kedelai lokal adalah dengan memperluas areal tanam kedelai, penyediaan bibit unggul, dan insentif untuk para petani (Haliza, 2010: 239). Sehingga dapat menarik minat konsumen lebih banyak lagi karena hasil kedelai yang bagus. Hal ini menjadi penting karena permintaan kedelai diperkirakan akan terus naik seiring pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan masyarakat dan kesadaran akan pentingnya mengkonsumsi protein nabati, perkembangan industri makananan berbahan baku kedelai (Zakaria, 2010:148). Sesuai dengan konsep motivasi, untuk meningkatkan semangat tanam para petani dalam mengembangkan produksi kedelai harus ada sebuah penggerak yang dapat meningkatkan kualitas dan semangat kerja para petani tersebut.

Kesimpulan

Ketidak
mampuan kedelai lokal dalam memenuhi kebutuhan kedelai nasional disebabkan oleh distribusi yang panjang dan tidak efisien sehingga harga kedelai lokal menjadi lebih mahal, akibatnya 90 % produksi tahu dan tempe berasal dari kedelai impor, hal ini menyebabkan harga kedelai lokal menjadi jatuh sehingga petani beralih ke tanaman lain yang lebih menguntungkan. Berkurangnya jumlah petani kedelai yang menyebabkan
turunnya jumlah produksi kedelai, adanya kompetisi lahan yang pada akhirnya para petani lebih memilih tanaman lain dibandingkan kedelai, dan tidak adanya rangsangan dari pemerintah terhadap petani untuk meningkatkan produksi kedelai lokal.

Ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor dikarenakan kedelai lokal yang tidak dapat mencukupi kebutuhan kedelai nasional sementara permintaan kedelai dalam negeri sangat tinggi dan meningkat tiap tahunnya, kemudahan kedelai impor masuk ke pasar Indonesia sehingga harganya lebih kompetitif, bantuan kredit impor yang diberikan oleh negara eksporter. Sementara produksi kedelai lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan kedelai impor mendominasi pasar Indonesia, maka yang terjadi adalah penekanan produksi kedelai lokal.

Solusi yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi ketergantungan Indonesia terhadap impor kedelai ini adalah dengan cara mengoptimalkan produksi kedelai lokal, karena bagaimanapun adanya liberalisasi perdagangan akan menguntungkan tergantung bagaimana kita menyikapinya. Yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan memperluas areal tanam kedelai, penyediaan bibit unggul, dan insentif yang diberikan kepada petani, peningkatan teknologi dan perbaikan dalam sarana transportasi, serta efisiensi dalam proses distribusi supaya harga kedelai lokal tidak semakin mahal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar