Dampak Naiknya Harga Daging
Terhadap Penjual Makanan
Untuk Memenuhi Tugas Akhir Study Kasus
Pengantar Ekonomi Mikro
Dosen : Bu Yuli Agustina
Oleh :
Febbi Ulul Fadila (140412600888)
PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
NOVEMBER
2014
Dampak Naiknya Harga Kedelai
Terhadap Perekonomian Negara
Negara mempunyai kewajiban untuk menciptakan
kesejahteraan bagi rakyatnya. Salah satunya adalah dengan memenuhi kebutuhan
pangan, sebagaimana kita ketahui bahwa pangan merupakan kebutuhan yang sangat
mendasar bagi manusia. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 7 Tahun
1996 tentang pangan mengatakan bahwa pangan sebagai kebutuhan dasar manusia
yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia harus senantiasa
tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, beragam dengan harga yang
terjangkau oleh daya beli masyarakat (Hariadi, 2011:91). Mengacu pada
undang-undang tersebut, yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan
kedelai nasional adalah dengan cara impor kedelai. Sayangnya ketergantungan
terhadap impor kedelai ini membuat pemenuhan kebutuhan kedelai sangat
bergantung dengan kondisi negara pengimpor, seperti harga. Akibatnya harga
dapat naik sewaktu-waktu bahkan sampai pada kondisi harga kedelai tidak dapat
terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Ketika suatu negara ingin memenuhi kebutuhan pangan,
yang dapat dilakukan adalah tiga hal yaitu pemenuhan kebutuhan melalui
peningkatan produksi dalam negeri, impor pangan, dan pengelolaan cadangan
pangan (Handewi et al, 2008:48). Seperti dalam teori keseimbangan ekonomi bahwa
kegiatan ekspor dan impor memiliki keterkaitan dengan perdagangan bebas. Hal
ini menunjukkan bahwa dengan adanya ekspor dan impor maka dalam pemenuhan
kebutuhan pangan suatu negara tidak terlepas dari perdagangan internasional
(Hardono, 2004:75). Impor terjadi karena suatu negara tidak mempunyai barang
yang cukup dalam suatu komoditas sehingga negara tersebut dapat membeli
komoditas yang dibutuhkan ke negara lain, begitu juga sebaliknya (Rosyidi,
2011:248). Hal ini sama dengan alasan Indonesia mengapa mengimpor kedelai.
Kondisi ketergantungan komoditas kedelai selaku bahan pangan ini bisa sangat
berbahaya bagi ketahanan pangan, oleh karena itu perlu adanya kemandirian dalam
memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Kegiatan perdagangan bebas dalam
perdagangan internasional ini kemudian menciptakan ketergantungan negara satu
terhadap negara lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan nasional.
Padahal kedaulatan ekonomi suatu negara dapat dinilai dengan melihat apakah
pasar didominasi oleh produk dalam negeri atau produk impor (Atmaji, 2004:33).
Dalam hubungan ketergantungan ini diperlukan peran pemerintah setidaknya untuk
mengatasi ketergantungan impor kedelai. Namun sayangnya sejauh ini pemerintah
terlihat belum memiliki upaya yang kuat dalam optimalisasi produksi kedelai
lokal.
Dalam menghitung pendapatan negara yang dirumuskan
sebagai berikut berikut Y= Consumtion + Investation + Government
/pengeluaran yang dilakuakan pemerintah + ( X - M), komponen ekspor dan
impor yang disimbolkan dengan (X-M) merupakan bentuk dari adanya perdagangan
internasional yang merupakan bagian dari penentu pendapatan suatu negara
(Damanhuri, 2010:22). Dengan rumus ini dapat dilihat bahwa dengan dilakukannya
ekspor maka pendapatan negara akan bertambah dan sebaliknya jika suatu negara
melakukan impor maka yang terjadi adalah berkurangnya devisa negara. Adanya
ekspor dan impor tidak telepas dari pengaruh globalisasi juga merupakan bagian
dari janji globalisasi. Namun globalisasi dapat memberikan dampak negatif dan
positif. Globalisasi sendiri identik dengan persaingan, kalau tidak
dimanfaatkan dengan baik maka yang akan didapat adalah dampak negatif, begitu
juga sebaliknya. Oleh karena itu, baik buruknya dampak globalisasi tergantung
bagaimana suatu negara dan masyarakatnya memanfaatkan hal tersebut. Sebab dalam
perkembangannya, globalisasi dapat membentuk suatu pola ketergantungan dan
memperkuat persaingan antar negara (Tambunan, 2005: 1). Hal ini dapat dilihat
dari pilihan pemerintah untuk impor kedelai dalam memenuhi kebutuhan kedelai di
negara ini dengan alasan efisiensi. Sayangnya dalam kasus ini, yang terjadi
bukanlah meningkatkan daya saing kedelai lokal namun sebaliknya, yaitu menimbulkan
ketergantungan. Padahal, dalam teori pembangunan negara yang digunakan
oleh Newly Industrialized Countries (NICs) pemerintah harus dapat
menyiasati pasar (Deliarnov, 2006:89). Selain itu, dikatakan pula oleh para
pakar ekonomi pembangunan yang telah melihat keberhasilan di Asia Timur bahwa
penyebab utama keterbelakangan negara-negara berkembang lebih disebakan oleh
buruknya manajemen di negara itu sendiri, bukan karena ketimpangan hubungan
antara negara maju dengan negara pinggiran (Deliarnov, 2006:89). Oleh sebab
itu, keterbelakangan produksi bukan karena ketimpangan negara eksporter dengan
Indonesia sebagai negara importer, namun disebabkan oleh buruknya manajemen
dalam usaha peningkatan produksi dan daya saing kedelai lokal.
Ada dampak positif dan negatif yang diciptakan oleh
perdagangan internasional. Dampak positif dari adanya perdagangan internasional
yaitu negara pengekspor bisa memasarkan barang atau jasanya dan negara
pengimpor bisa mendapatkan barang atau jasa yang dibutuhkan (Nawatmi, 2012: 44).
Demikian pula dampak yang ditimbulkan dari impor kedelai ini, kebutuhan kedelai
di Indonesia jadi dapat terpenuhi berkat impor kedelai. Meskipun dengan
mengimpor kedelai, kedelai lokal menjadi tertekan produksinya, namun karena
impor kedelai juga kebutuhan kedelai nasional dapat terpenuhi dan tidak
mematikan usaha pengrajin pangan berbahan dasar kedelai. Seperti yang dikatakan
dalam teori dasar regulasi ekonomi bahwa manfaat dari sebuah kebijakan sering datang bersamaan dengan kerugian. Namun impor kedelai yang dilakukan oleh Indonesia
selama ini bukan menciptakan kedelai lokal yang lebih kompetitif melainkan
sebuah kelesuan dalam produksinya. Dilain hal hambatan dalam perdagangan antar
negara sebaiknya dibuat seminimal mungkin karena hal tersebut dapat meningkatkan
distribusi kesejahteraan antar negara serta kuantitas perdangangan dunia dan
meningkatkan efisiensi ekonomi dibandingkan tidak ada perdagangan antar negara
sama sekali (Kinder dalam Hardono et al, 2004: 76). Jadi, dengan kemudahan yang
diberikan dalam perdagangan antar negara akan tercipta efisiensi dalam
pemenuhan kebutuhan.
Kebijakan untuk
mengimpor kedelai ini memang untuk memenuhi kebutuhan pangan, namun bukan
karena Indonesia tidak mampu menghasilkan kedelai. Mengacu pada teori
keunggulan komperatif yang dikemukakan oleh David Ricardo bahwa suatu negara
disebut memiliki keunggulan komperatif ketika negara tersebut dapat
menghasilkan suatu barang atau jasa dengan lebih efisien dibandingkan dengan
negara lain (Nawatmi 2012:42). Itu sebabnya negara seperti China, Brazil,
terutama Amerika Serikat dapat mengekspor kedelai karena mereka dapat
menghasilkan kedelai dengan cara yang lebih efisien. Oleh karena itu, yang
perlu dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan efisiensi dalam produksi kedelai
lokal. Orientasi pemerintah terhadap impor kedelai merupakan suatu bentuk
ketidakmandirian, padahal pangan merupakan suatu kebutuhan yang paling mendasar
bagi manusia. Sementara itu, kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan pangan
merupakan sesuatu yang sangat penting. Oleh karena itu, krisis kedelai yang
kerap dialami oleh negara ini sebagian besar dipengaruhi oleh ketergantungan
terhadap impor kedelai. Upaya yang dapat dilakukan untuk keluar dari krisis
pangan adalah dengan cara membangun kemandirian pangan, yaitu negara harus
mampu menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang baik dan didasarkan
pada pemanfaatan sumberdaya lokal (Swastika, 2008:108).
Dalam mengoptimalkan produksi kedelai lokal juga dapat
mengacu pada teori pembangunan mengenai strategi promosi ekspor, yang mana
kebijakan, program dan kegiatan menjadi hal yang sangat penting demi
meningkatkan ekspor barang-barang yang diproduksi dalam negeri (Rachbini,
2004:40). Meskipun strategi ini berbicara mengenai kegiatan industri, namun sebenarnya
dapat di implementasikan pada kegiatan pertanian. Karena jika perekonomian
negara-negara berkembang tidak memiliki kesiapan dalam pengimplementasian
liberalisasi pertanian ini yang akan didapat adalah dampak negatif. Oleh karena
itu perlu adanya kesiapan dalam menghadapi masuknya liberalisasi dan
berkompetisi meskipun dalam kondisi yang tidak setara (Mantra, 2011:55).
Dengan adanya pembangunan pertanian maka kedelai tidak lagi berorientasi pada
impor melainkan ekspor, meskipun tidak melakukan ekspor setidaaknya negara ini
masih bisa menungkatkan hasil produksi pangan. Karena dampak dari
ketergantungan Indonesia akan impor kedelai menyebabkan ketidakstabilan harga
kerena harga kedelai dapat naik sewaktu-waktu sesuai dengan kondisi
produksi negara pengimpor kedelai. Keadaan ini dapat menunjukkan kondisi
ketahanan pangan Indonesia kapan saja dapat terancam krisis (Arifin dalam
Amaliyah, 2008: 3). Masalah peningkatan produksi kedelai lokal ini
menjadi penting sama halnya seperti yang dikatakan oleh Sumitro Djojohadikusumo
bahwa dalam kegiatan ekonomi masyarakat, peningkatan
produksi merupakan salah satu indikator dari pertumbuhan ekonomi (Damanhuri
2010: 2).
Untuk meningkatkan produksi kedelai lokal bagimanapun
juga aktor utama yang perlu dimotivasi adalah para petani. Selama ini petani
lebih memilih komoditas lain dibandingkan kedelai karena daya saing kedelai
lokal yang rendah dan tidak memberikan banyak keuntungan. Dalam teori motivasi
proses harus ada sebuah penggerak yang dapat memotivasi semangat kerja dalam
meningkatkan kualitas kinerja seseorang (Zakaria, 2010: 151). Kenyataannya
petani di Indonesia justru cenderung mengarah pada pemiskinan. Ketidaksiapan
para petani untuk memasuki liberalisasi perdagangan membuat beban yang
ditanggung oleh petani menjadi jauh lebih besar, seperti mahalnya harga pupuk
dan dominasi pangan impor yang semakin menekan harga pangan lokal (Deliarnov,
2006:160). Oleh sebab itu, dengan pemberian insentif kepada petani, maka para
petani memiliki alasan untuk terus memproduksi kedelai. Jadi, pilihan petani
untuk meninggalkan kedelai dan beralih ke tanaman pangan lain merupakan sebuah
bentuk pilihan rasional. Selama ini kesejahteraan petani diabaikan, padahal
petani merupakan sebuah instrument penting dalam rangka memenuhi kebutuhan
pangan (Pantjar, 2007: 3). Jika pemerintah mengabaikan masalah ini dan terus
memilih impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional maka masalah
ini bisa menjadi masalah yang tidak berujung (Budhi et al, 2010:57). Oleh
karena itu dibutuhkan tindakan yang pasti dan tekad yang kuat karena
peningkatan produksi kedelai lokal menjadi sulit jika ada permintaan yang besar
(Rachbini, 2004:30). Seperti dalam pandangan Malthus sebagai seorang pemikir
ekonomi klasik yang mengatakan bahwa perkembangan manusia jauh lebih besar
dibandingkan dengan pertumbuhan hasil produksi pertanian (Deliarnov, 2007:48).
Produksi Kedelai
Lokal Tidak dapat Memenuhi Kebutuhan Kedelai Nasional
Pertanian merupakan sektor yang berperan besar dalam
berbagai aspek pertumbuhan ekonomi, terutama untuk Indonesia sebagai negara
agraris. Selain berperan dalam pembangunan nasional melalui pembentukan PDB
(Produk Domestik Bruto), pertanian juga berfungsi sebagai penyedia lapangan
kerja, sumber pendapatan masyarakat, pengentasan kemiskinan, perolehan
devisa melalui ekspor dan penciptaan ketahanan pangan nasional serta dapat
menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan sektor lain
(Mursidah, 2012:39). Namun, kenyataannya Indonesia sebagai negara agraris
justru impor kedelai dalam jumlah yang sangat besar dari negara lain sehingga
kerap mengalami krisis kedelai.
Ketergantungan
Indonesia Terhadap Kedelai Impor
Pilihan Indonesia untuk impor kedelai memang
disebabkan oleh produksi kedelai dalam negeri yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat Indonesia sesuai dengan definisi impor. Namun disamping
itu kemudahan yang diberikan untuk masuknya kedelai impor ke Indonesia juga
merupakan pengaruh kalah saingnya produksi kedelai lokal. Ketergantungan akan
impor kedelai ini pun dapat dilihat dari faktor eksternal sebagai fator
pendukung yang mana dapat dinilai sebagai dampak dari adanya liberalisasi
pertanian. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya ketergantungan
Indonesia terhadap impor pangan. Namun, terbentuknya sebuah
ketergantungan impor tidak semata-mata kesalahan liberalisasi karena pengaruh
faktor internal lebih besar dalam pembentukan pola ketergantungan ini. Sesuai
dengan globalisasi yang sulit untuk dihindari, maka dampak positif atau negatif
yang didapat tergantung bagaimana suatu negara tersebut menyikapinya. Indonesia masih sangat lembek dalam menyikapi
ketergantungan impor kedelai ini.
Dilihat dari jumlah produksi kedelai Indonesia dari
tahun ke tahun cenderung terlihat statis dan tidak ada tanda-tanda bahwa
Indonesia akan swasembada kedelai. Penyebab tingginya
impor disebabkan oleh kebutuhan kedelai dalam negeri dalam jumlah yang besar,
harga di pasar internasional yang rendah, produksi dalam negeri yang tidak
mencukupi, dan adanya bantuan kredit impor dari negara eksportir (Hafsah
dalam Khusrizal, 2007:486). Hal ini merupakan dampak yang dianggap negatif dari
adanya perdagangan internasional. Dengan kebutuhan kedelai dalam negeri yang
sangat tinggi pemerintah memilih untuk impor kedelai. Padahal cara tersebut
hanyalah sebuah solusi jangka pendek yang akan semakin membuat negara ini
ketergantungan. Kemudian rendahnya harga kedelai di pasar internasional membuat
para petani pesimis untuk bersaing dengan kedelai impor yang lebih kompetitif
sehingga lebih diminati, wajar kalau kekhawatiran muncul ketika upaya untuk
memproduksi kedelai tidak sesuai dengan harga jualnya ditambah dengan resiko
kalah saing. Selain itu, bantuan kredit impor dari negara eksportir pun membuat
para pengusaha lebih memilih untuk membeli kedelai impor karena adanya
kemudahan dalam pembayaran, yaitu dengan cara kredit. Amerika Serikat sebagai
negara eksportir kedelai terbesar yang menyediakan subsidi ekspor telah
merangsang importer kedelai di negara ini sehingga diperkirakan impor kedelai
akan terus meningkat (Malian, 2004: 141). Jadi, ketidakmampuan produksi
kedelai lokal dalam memenuhi kebutuhan kedelai nasional, adanya liberalisasi
perdagangan yang memudahkan kedelai impor untuk menembus pasar di Indonesia dan
tidak adanya komoditas kedelai lokal sebagai saingan merupakan faktor yang
saling mempengaruhi tingginya impor kedelai. Kenyataannya, kedelai lokal
bahkan tidak dapat memenuhi separuh kebutuhan kedelai di Indonesia.
Impor Kedelai yang Menekan Produksi Kedelai Lokal
Penurunan produksi yang terus terjadi ini disebabkan
tidak adanya rangsangan untuk meningkatkan produksi karena rendahnya harga jual
kedelai (Khusrizal 2007:486). Selain itu, seperti yang telah disebutkan pada
pembahasan sebelumnya bahwa turunnya produksi kedelai dalam negeri ini
disebabkan oleh menurunnya keinginan para petani untuk menanam kedelai, harga
kedelai impor yang relatif lebih murah, penggunaan teknologi masih belum
tepat dalam upaya peningkatan produksi kedelai lokal, lemahnya kemampuan petani
untuk membeli sarana produksi, dan rendahnya dukungan pemerintah dalam upaya
peningkatan produksi kedelai (Anonim dalam Suyastiri, 2005:61). Masalah-masalah
ini dianggap bisa diatasi dengan cara impor kedelai, padahal keberadaan kedelai
impor sebenarnya menekan produksi kedelai lokal. Citra kedelai impor lebih baik
dimata para pengolah kedelai dibandingkan kedelai lokal yang kandungan airnya
masih tergolong tinggi (Budhi, 2010:57). Petani kedelai yang telah kalah
saing dengan kedelai impor tidak memiliki motivasi dan modal untuk
mengembangkan produksi kedelainya padahal potensi yang dimiliki cukup besar
untuk menyaingi kualitas kedelai impor. Akibatnya petani kedelai terus
mempertahankan kandungan air yang tinggi agar bobot yang dimiliki kedelai
tersebut lebih besar sehingga keuntungan yang mereka dapat sesuai dengan proses
produksi (Budhi, 2010:57).
Dengan adanya kedelai impor yang lebih bagus dan besar
serta ditunjang dengan harganya yang kompetitif di pasar internasional, maka petani
lokal akan lebih memilih tanaman pangan lain yang lebih menguntungkan,
ketimbang harus bersaing dengan kedelai impor yang lebih banyak diminati.
Dampak yang ditimbulkan dari ketergantungan ini adalah kesenjangan yang
diakibatkan oleh peningkatan konsumsi kedelai yang tidak diimbangi dengan
produksi kedelai dalam negeri (Siregar dalam Darsono, 2009:1). Kalau saja
produksi kedelai Indonesia mencukupi kebutuhan kedelai nasional, setidaknya
dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan kedelai dengan produksi lokal maka
ketergantungan akan kedelai pun tidak akan terjadi, sesuai dengan konsep
kemandirian pangan. Oleh karena itu, penyebab utama tingginya impor kedelai
adalah rendahnya produksi kedelai dalam negeri. Meskipun kedelai memang sangat
cocok untuk tumbuh di negara subtropis seperti Amerika Serikat, namun
bukan berarti tanaman pangan tersebut tidak dapat tumbuh dinegara tropis di
Indonesia. Kedelai memiliki kemampuan adaptasi yang kuat sehingga bisa
dibudidayakan di Indonesia (Ilham, 2009: 43). Jadi, tidak ada alasan untuk
tidak meningkatkan produksi kedelai. Buktinya, pada tahun 1992, Indonesia
pernah swasembada kedelai (Detik Finance, 2012 ). Hal tersebut menunjukkan
bahwa tidak menutup kemungkinan Indonesia dapat terus swasembada kedelai,
dengan syarat ada pengoptimalisasian dalam produksinya, jadi tidak ada alasan
bagi pemerintah untuk terus ketergantungan terhadap impor kedelai. Karena
kedelai sebagai komoditas pangan yang strategis terlalu beresiko bila
sepenuhnya diserahkan kepada pasar, selain itu kedelai memegang peranan yang sangat
penting bagi permintaan pangan negara ini (Supadi, 2009:91).
Sebagai negara agraris Indonesia seharusnya dapat
memenuhi kebutuhan pangan sendiri. Bentuk pasar kedelai cenderung oligopoli,
hal ini dapat berdampak buruk terhadap ketidakstabilan pasokan dan harga
kedelai impor (Nuryanti, 2007:50). Oligopoli merupakan suatu bentuk pasar
dimana hanya terdapat sejumlah kecil penjual dan biasanya didominasi hanya oleh
beberapa pemasok saja. Akibatnya, ada permainan harga yang lakukan oleh kartel
kedelai, oleh karena itu harga kedelai dapat melambung tinggi. Seperti hasil
penyidikan oleh KPPU, bahwa timbul dugaan adanya praktik oligopoli impor
kedelai yang menyebabkan harga kedelai dapat melambung tinggi (Merdeka, 2012).
Kenaikan harga kedelai impor yang dapat terjadi sewaktu-waktu akibat praktek
ini dapat mengancam pemenuhan kebutuhan kedelai, ini pun menjadi salah satu
alasan mengapa Indonesia harus membangun kemandirian pangan.
Optimalisasi Produksi Kedelai Lokal
Mengacu pada UU No. 7 Tahun 1994 tentang liberalisasi
pertanian yang memiliki tujuan untuk mensejahterakan umat manusia kenyataannya
tidak juga mencapai tujuannya. Seperti yang dikatakan Gilpin bahwa kegagalan
wajar terjadi dinegara berkembang, oleh karena itu pemerintah harus dapat
mengerahkan komponen masyarakat dalam mengatasi ketergantungan ini. Kita masih
mengalami kekurangan produksi pertanian, tingginya impor kedelai sebagai
buktinya. Padahal Indonesia bukan hanya berpotensi untuk swasembada
tetapi juga menjadi eksporter. Optimisme ini didukung oleh potensi lahan
pertanian kita yang masih luas (Subejo, 2007:3). Swasembada kedelai bukan hanya
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, namun dapat menghemat devisa negara serta
mengurangi ketergantungan terhadap impor kedelai (Supadi, 2009: 88). Seharusnya
pemerintah bisa menekan ketergantungan terhadap impor kedelai yang besar dengan
cara memaksimalkan produksi kedelai dalam negeri. Karena untuk menjadi bangsa
yang mandiri, solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan bukanlah dengan cara impor
melainkan dengan meningkatkan kemampuan produksi (Subejo, 2007: 3). Tujuan
perjanjian perdagangan multilateral tersebut pun alangkah baiknya jika
direalisasikan tanpa mematikan produksi dalam negeri tetapi justru dapat
meningkatkan daya saing. Sesuai dengan kekuatan yang dimiliki oleh teori
liberal, seharusnya dengan adanya liberalisasi selain meningkatkan daya saing,
pemanfaatan ilmu pun dapat semakin berkembang, kemudian sehausnya tercipta
regulasi standarisasi dalam output ekonomi untuk mendorong Indonesia menghasilkan
kedelai lokal yang kompetitif. Hal ini didukung oleh sistem ekonomi pasar,
yaitu untuk mengalami peningkatan dalam produksi sebaiknya sumber daya
dimanfaatkan sepenuhnya, baik sumber daya manusia, maupun sumberdaya alam yang
ada, yaitu berupa potensi untuk produksi lebih banyak kedelai.
Langkah yang dapat ditempuh pemerintah untuk
meningkatkan produksi kedelai lokal adalah dengan memperluas areal tanam
kedelai, penyediaan bibit unggul, dan insentif untuk para petani (Haliza, 2010:
239). Sehingga dapat menarik minat konsumen lebih banyak lagi karena hasil
kedelai yang bagus. Hal ini menjadi
penting karena permintaan kedelai diperkirakan akan terus naik seiring
pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan masyarakat dan kesadaran
akan pentingnya mengkonsumsi protein nabati, perkembangan industri makananan
berbahan baku kedelai (Zakaria, 2010:148). Sesuai dengan konsep motivasi, untuk
meningkatkan semangat tanam para petani dalam mengembangkan produksi kedelai
harus ada sebuah penggerak yang dapat meningkatkan kualitas dan semangat kerja
para petani tersebut.
Kesimpulan
Ketidak mampuan kedelai lokal dalam memenuhi kebutuhan kedelai nasional disebabkan oleh distribusi yang panjang dan tidak efisien sehingga harga kedelai lokal menjadi lebih mahal, akibatnya 90 % produksi tahu dan tempe berasal dari kedelai impor, hal ini menyebabkan harga kedelai lokal menjadi jatuh sehingga petani beralih ke tanaman lain yang lebih menguntungkan. Berkurangnya jumlah petani kedelai yang menyebabkan
turunnya jumlah produksi kedelai, adanya kompetisi
lahan yang pada akhirnya para petani lebih memilih tanaman lain dibandingkan
kedelai, dan tidak adanya rangsangan dari pemerintah terhadap petani untuk
meningkatkan produksi kedelai lokal.
Ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor
dikarenakan kedelai lokal yang tidak dapat mencukupi kebutuhan kedelai nasional
sementara permintaan kedelai dalam negeri sangat tinggi dan meningkat tiap
tahunnya, kemudahan kedelai impor masuk ke pasar Indonesia sehingga harganya
lebih kompetitif, bantuan kredit impor yang diberikan oleh negara eksporter.
Sementara produksi kedelai lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri
dan kedelai impor mendominasi pasar Indonesia, maka yang terjadi adalah
penekanan produksi kedelai lokal.
Solusi yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi
ketergantungan Indonesia terhadap impor kedelai ini adalah dengan cara
mengoptimalkan produksi kedelai lokal, karena bagaimanapun adanya liberalisasi
perdagangan akan menguntungkan tergantung bagaimana kita menyikapinya. Yang
dapat dilakukan pemerintah adalah dengan memperluas areal tanam kedelai,
penyediaan bibit unggul, dan insentif yang diberikan kepada petani, peningkatan
teknologi dan perbaikan dalam sarana transportasi, serta efisiensi dalam proses
distribusi supaya harga kedelai lokal tidak semakin mahal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar